Samarinda, SMRFOLKS.id — Praktik politik praktis yang melibatkan aparatur pemerintah kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada seorang tenaga honorer di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Sosok bernama Muhammad Aprida Yudakarta Adhiguna, yang diketahui bertugas sebagai Analis Sumber Daya Air, diduga secara terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon (Paslon) dalam Pilkada serentak 2024.
Aksi dukungan ini tak dilakukan sembunyi-sembunyi. Melalui akun Instagram pribadinya, @yudakarta_, Yudakarta mengunggah foto dirinya mengikuti simbol tangan Paslon dukungannya dan bahkan terlibat dalam kegiatan kampanye.
Tak hanya itu, ia juga dengan gamblang menulis komentar yang diduga mendiskreditkan Paslon lainnya.
Tak pelak, aksi ini memicu kritik tajam. Dalam kapasitasnya sebagai tenaga Non-ASN di Pemprov Kaltim, tindakan Yudakarta dinilai melanggar prinsip netralitas yang seharusnya dipegang teguh oleh setiap pegawai pemerintah, baik ASN maupun tenaga honorer.
Larangan Tegas Tapi Dilanggar
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltim, Deni Sutrisno, menegaskan bahwa tenaga honorer memiliki kewajiban yang sama seperti ASN untuk menjunjung netralitas dalam setiap kontestasi politik.
“Sama perlakuannya. Intinya, PNS dan honorer sama-sama dilarang terlibat politik praktis. Ini aturan yang tidak bisa ditawar-tawar,” tegas Deni saat dihubungi pada Sabtu (16/11/2024).
Ia menambahkan, setiap laporan terkait dugaan pelanggaran akan diproses melalui investigasi berdasarkan bukti yang ada. Jika terbukti, sanksi berat hingga pemberhentian bisa dikenakan kepada yang bersangkutan.
“Kalau ada bukti yang jelas, tentu ada konsekuensi berat. Ini bukan sekadar pelanggaran kecil. Sanksi berat bisa sampai pemecatan,” ujar Deni dengan nada serius.
Enggan Klarifikasi, Bukti Semakin Kuat
Upaya wartawan untuk meminta klarifikasi langsung dari Yudakarta melalui pesan pribadi di akun Instagram miliknya belum membuahkan hasil. Hingga berita ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan apa pun terkait dugaan tersebut.
Ketidakhadiran Yudakarta dalam menjawab pertanyaan publik justru memperkuat dugaan keterlibatannya. Apalagi, bukti berupa unggahan di media sosial telah beredar luas dan memicu kemarahan warganet yang menganggap aksi tersebut mencederai integritas Pemprov Kaltim.
Mengkhianati Kepercayaan Publik
Tindakan Yudakarta ini menjadi cerminan buruk yang mencoreng wajah Pemprov Kaltim. Publik tentunya menaruh harapan bahwa tenaga pemerintah, baik ASN maupun honorer, dapat bersikap profesional dan netral dalam Pilkada. Alih-alih mendukung salah satu kubu, mereka seharusnya menjaga kepercayaan dengan bekerja sesuai tupoksi tanpa terlibat politik praktis.
Kasus ini juga menjadi peringatan keras bahwa pelanggaran aturan netralitas tidak bisa ditoleransi. Jika Pemprov Kaltim ingin menjaga integritas lembaga, penanganan tegas tanpa kompromi menjadi langkah wajib.
Dukungan terbuka oleh seorang honorer seperti ini tak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap netralitas pemerintah.
Mampukah Pemprov Kaltim membuktikan komitmennya terhadap integritas, atau kasus ini akan berakhir hanya sebagai angin lalu?