Samarinda, Sacom.id – Pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda kembali digelar. Namun, di tengah semangat demokrasi kampus, isu kejujuran dan integritas mencuat sebagai sorotan utama.
Kejujuran dinilai menjadi syarat mutlak dalam membangun kepercayaan publik, terlebih dalam konteks kepemimpinan mahasiswa. Sayangnya, dalam dinamika pemilu kali ini, isu kebohongan yang dilakukan oleh salah satu kandidat memicu kekhawatiran di kalangan mahasiswa.
“Ketika seorang calon pemimpin terbukti berbohong, kepercayaan publik runtuh bahkan sebelum ia memegang kekuasaan,” ujar Dandi Hariani, calon Presiden BEM dari nomor urut 01
Menurut Dandi, kebohongan bukan sekadar kesalahan personal, tetapi berpotensi merusak sistem demokrasi kampus yang idealnya dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Ia menilai, kebiasaan menutup-nutupi fakta atau mengobral janji tanpa dasar hanya akan memperburuk kualitas pemilu dan menumbuhkan skeptisisme di tengah mahasiswa.
“Pemilu BEM bukan sekadar memilih siapa yang memimpin, tapi tentang membangun kepercayaan jangka panjang,” tegasnya.
Dalam pandangannya, mahasiswa sebagai pemilih juga memiliki tanggung jawab besar. Mereka berhak meminta klarifikasi, menuntut akuntabilitas, dan tak segan menolak calon yang tidak layak, meskipun punya dukungan kuat atau janji-janji manis.
Dandi yang berpasangan dengan Vivian sebagai calon Wakil Presiden BEM, membawa visi menjadikan BEM sebagai “rumah” bagi mahasiswa hukum UWGM.
“Kami ingin BEM menjadi tempat aspirasi didengar, potensi mahasiswa didorong, dan mimpi-mimpi bersama tumbuh. Kami bukan hanya kandidat, tapi bagian dari keluarga besar fakultas ini,” ujar Dandi dengan penuh semangat.
Meski demikian, ia menyadari bahwa visi saja tidak cukup. Tantangan terbesar, menurutnya, adalah mewujudkan janji-janji kampanye menjadi langkah konkret, bukan sekadar retorika kosong.
“BEM harus menjadi wadah inklusif, bukan milik satu kelompok saja. Kami ingin membuktikan itu, meski kami sadar jalan tidak akan mudah,” katanya.
Pemilu kali ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa UWGM untuk menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi.
Dandi menekankan, bahwa pemilihan tidak boleh berdasarkan emosi semata, tetapi mesti dilandasi logika dan akuntabilitas.
“Integritas harus jadi tolok ukur utama. Budaya buruk akan terbentuk jika kebohongan dibiarkan. Kita tak boleh membiarkan hal itu jadi kebiasaan, bahkan jika itu demi kemenangan sesaat,” tutupnya.
Pemungutan suara tinggal menghitung hari, Mahasiswa kini dihadapkan pada pilihan besar: Melanjutkan tradisi demokrasi yang bersih, atau membiarkan kebohongan mengakar.
Keputusan yang mereka ambil akan menentukan arah kepemimpinan BEM di masa mendatang.