Kutai Timur, Sacom.id – Kepala Desa Benua Baru, Ahmad Benny, membantah keras tuduhan tindak pidana korupsi (tipikor) dan pelecehan seksual yang diarahkan kepadanya.
Dalam pernyataannya, Benny menuding seorang anggota DPRD Kutai Timur sebagai aktor utama di balik berbagai laporan hukum yang menimpanya, yang disebutnya sebagai bagian dari skenario politik terstruktur untuk menjatuhkannya.
“Ini bukan sekadar tuduhan hukum biasa. Ini adalah upaya sistematis, terorganisir, dan politis untuk menghancurkan saya,” ujar Benny seperti dikutip dari BerandaIndonesia.id.
Ia menyebut serangkaian pertarungan politik, mulai dari Pilkades, Pileg hingga Pilkada, sebagai pemicu konflik berkepanjangan dengan lawan politiknya yang kini duduk di kursi legislatif.
Salah satu sorotan utama adalah tudingan penyelewengan anggaran dalam penggunaan alat berat.
Benny menyebut telah menggunakan Rencana Anggaran Biaya (RAB) berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2022 dengan harga sewa Rp650 ribu per jam, klaimnya jauh lebih rendah dibanding kepala desa sebelumnya yang mencapai Rp950 ribu.
Namun, ia mengakui adanya selisih signifikan antara biaya yang tercatat dengan nominal yang dibayarkan kepada pemilik alat berat, yakni antara Rp480 juta dengan Rp900 juta lebih.
“Itu sedang diperiksa oleh Inspektorat Wilayah. Kita tunggu LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan),” kata Benny.
Yang menarik, pemilik alat berat tersebut juga disebut Benny sebagai lawan politiknya dalam kontestasi Pilkada terakhir, menambah kompleksitas konflik dan dugaan konflik kepentingan yang terlibat dalam pelaporan kasus ini.
Terkait dugaan pelecehan seksual, Benny menyatakan bahwa insiden yang dimaksud hanya sebatas “bercanda” dengan meniup kuping korban.
Ia membantah keras telah melakukan sentuhan fisik di area sensitif.
“Kalau saya menyentuh bagian sensitif, mungkin saya akan mengakui kesalahan. Tapi itu tidak terjadi. Ini hanya candaan yang sudah diselesaikan secara kekeluargaan,” tegasnya.
Meski demikian, laporan kembali diajukan dengan tuduhan niat mencium korban, yang menurut Benny adalah bagian dari rangkaian serangan yang dikendalikan oleh lawan politiknya.
Benny mengklaim telah dilaporkan ke berbagai lembaga mulai dari Bawaslu, Inspektorat, Kejaksaan, hingga Polres.
Dirinya juga menyinggung keberadaan akun-akun palsu di media sosial yang terus menyebarkan narasi negatif terhadap dirinya.
“Belum selesai dari utara, datang dari selatan. Belum selesai dari barat, muncul dari timur. Saya diserang dari segala penjuru,” keluhnya.
Lebih lanjut, ia menyebut nama Julfansyah, mantan rivalnya di Pilkades yang kini menjadi anggota DPRD Kutai Timur, sebagai figur sentral di balik konflik ini.
Menurutnya, persaingan politik yang belum usai menjadi bara dalam eskalasi tuduhan terhadap dirinya.
“Beliau ini punya kekuatan finansial dan politik. Luka lama dari Pilkades belum sembuh, ditambah konflik di Pileg dan Pilkada. Semua ini tidak berdiri sendiri,” ujarnya.
Diketahui, sebelum melangkah ke panggung legislatif, Juliansyah dikenal sebagai sosok pemimpin di tingkat desa, yakni sebagai Kepala Desa Benua Baru, Kecamatan Muara Bengkal.
Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena bobot tuduhan terhadap seorang kepala desa, tetapi juga karena dugaan intervensi kekuasaan oleh anggota DPRD Kutim yang disebut terlibat langsung dalam konflik.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Julfansyah atau DPRD Kutim mengenai tudingan ini. (*)