Balikpapan, Sacom.id – Kasus dugaan penganiayaan kembali mencoreng wajah aparat penegak Peraturan Daerah (Perda). Seorang pengamen bernama Ajat Sudrajat mengaku menjadi korban kekerasan oleh oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Balikpapan. Tak hanya dianiaya, Ajat juga dipaksa mencuci motor dinas setelah mengalami kekerasan fisik.
Peristiwa itu bermula pada Rabu malam, 28 Mei 2025, saat Ajat dan tiga rekannya mengamen di sebuah warung makan. Tiba-tiba mereka ditangkap oleh anggota Satpol PP yang sedang menggelar razia.
“Setelah ditangkap, kami dibawa ke kantor Satpol PP. Di sana kami dipukuli selama kurang lebih satu jam, dari pukul 9 sampai 10 malam,” ujar Ajat saat dihubungi media ini pada Kamis (5/6/2025).
Ajat mengaku dianiaya secara brutal, terutama di sisi kiri tubuhnya mulai dari punggung, lengan, dada hingga pinggang. Meskipun telah memohon ampun, aksi pemukulan terus berlangsung.
“Saya sudah minta ampun, tapi malah dijawab, ‘Ampun apanya?’ sambil terus dipukul,” kata Ajat.
Setelah dianiaya, keempat pengamen tersebut dipaksa untuk mencuci motor milik petugas Satpol PP. Tak hanya itu, rambut mereka juga dipotong dan seluruh proses tersebut didokumentasikan.
“Setelah selesai cuci motor, kami disuruh istirahat. Besok paginya kami langsung dibawa ke Dinas Sosial,” ujar Ajat.
Di Dinas Sosial, Ajat dan rekan-rekannya dimasukkan ke dalam sel. Ia mengaku kesulitan tidur karena seluruh tubuhnya sakit akibat penganiayaan yang dialami malam sebelumnya.
Melihat kondisi fisiknya, pihak Dinas Sosial akhirnya menghubungi keluarga Ajat untuk menjemputnya. Kini, meski sudah berada di rumah, Ajat masih belum pulih sepenuhnya dan hanya bisa tidur tengkurap atau miring ke kanan.
Lembaga Bantuan Hukum Laskar Borneo Bersatu (LBH LBB) telah melaporkan kasus ini ke Polresta Balikpapan dengan Nomor: LP/B/158/VI/2025/SPKT.SATRESKRIM/POLRESTA BALIKPAPAN/POLDA KALTIM tertanggal 3 Juni 2025. Laporan ini disertai hasil visum yang menunjukkan luka-luka pada tubuh Ajat.
“Klien kami masih merasa sakit terutama di bagian dada, apalagi saat batuk. Ini bukan sekadar kekerasan, tapi sudah mengarah pada pelanggaran hak asasi,” ujar Jaluddin, kuasa hukum dari LBH LBB.
Jaluddin juga menyoroti sikap arogan oknum Satpol PP saat pihak keluarga Ajat mencoba melakukan klarifikasi. Bukannya mendapatkan penjelasan, mereka malah mendapat ucapan bernada ancaman.
“Yang paling kami sesalkan adalah ucapan yang bernada menghabisi anak jalanan dan pengamen. Ini jelas bertentangan dengan UUD yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara,” ungkap Jaluddin.
LBH LBB saat ini tengah mengkaji kemungkinan tambahan pasal terkait penculikan dan penyekapan. Mereka juga menilai tindakan penertiban yang dilakukan Satpol PP bertentangan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2021, karena para pengamen tidak beraktivitas di pinggir jalan atau lampu merah, melainkan di area warung makan. (*)