Bontang, Sacom.id – Kota Bontang kembali diguncang oleh kabar memilukan. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh ayah tirinya sendiri. Kasus ini sontak menyulut keprihatinan berbagai pihak, termasuk Ketua Bepro Kota Bontang, Firimus Api, yang angkat suara dengan nada tegas dan penuh keprihatinan.
Dalam pernyataannya kepada sacom.id, Firimus menegaskan bahwa kejadian ini merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap hak anak dan harus disikapi dengan serius oleh seluruh unsur penegak hukum.
“Ini adalah bentuk kejahatan serius. Hak anak telah diinjak-injak. Kasus ini harus diusut tuntas dan pelaku harus dihukum maksimal sesuai perundang-undangan,” tegas Firimus.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun, korban telah melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian dan Lembaga Perlindungan Anak setempat.
Proses hukum kini sedang berjalan. Sementara itu, keluarga dan pendamping hukum berharap agar kasus ini diproses secara transparan dan cepat.
Firimus mendesak agar aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 sebagai perubahan atas UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia juga menyoroti pentingnya pendampingan psikologis terhadap korban, yang kini mengalami trauma mendalam.
“Anak-anak seperti dia seharusnya bermain dan belajar, bukan mengalami kekerasan yang mengancam masa depan dan jiwanya,” lanjutnya.
<span;>Dalam pernyataan lebih lanjut, Firimus mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi Kota Bontang yang disebutnya kini tak lagi ramah anak.
Sebagai kota industri yang berkembang pesat di Kalimantan Timur, Bontang dinilai belum menyediakan ruang aman dan nyaman bagi anak-anak.
“Bontang dikenal sebagai kota industri, tapi belakangan ini menjadi kota yang tidak ramah anak. Tidak ada ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang,” ucapnya.
Kasus ini, lanjut Firimus, harus menjadi peringatan keras bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Menurutnya, perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab individu atau lembaga tertentu, tetapi menjadi tanggung jawab kolektif.
“Pendidikan tentang perlindungan anak harus digalakkan di rumah, sekolah, hingga lingkungan sekitar. Kita semua bertanggung jawab memastikan anak-anak kita tumbuh di lingkungan yang aman dari predator,” pungkasnya.
Firimus juga menyerukan agar Pemerintah Kota Bontang mengambil langkah konkret dalam menjamin ruang hidup yang aman bagi anak-anak. Ia menilai, negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab mutlak dalam menciptakan sistem perlindungan yang menyeluruh, mulai dari pencegahan hingga rehabilitasi korban.
“Kami mendesak pemerintah tidak hanya hadir saat kasus mencuat, tetapi benar-benar hadir untuk menciptakan kebijakan yang melindungi anak secara menyeluruh.”
Ia mengajak seluruh masyarakat Bontang untuk membuka mata, telinga, dan hati, agar lebih peduli dan aktif dalam memerangi kekerasan terhadap anak.
“Jangan biarkan kasus ini menjadi angka statistik semata. Ini adalah panggilan moral bagi kita semua,” tegas Firimus. (*)