Samarinda, SMRFOLKS.id – Presidium Pemuda Indonesia (PPI) Kota Samarinda mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian dalam membubarkan aksi massa yang tengah mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur, pada Jumat (23/8).
Aksi damai yang dihadiri berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, akademisi, dan buruh, berakhir ricuh setelah aparat kepolisian diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap demonstran.
Ketua PPI Kota Samarinda, Fahry Krisna Alchantara, menyatakan bahwa puluhan peserta aksi mengalami luka-luka, bahkan beberapa di antaranya sempat ditahan oleh aparat keamanan.
“Berdasarkan video yang tersebar, terlihat jelas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap massa aksi. Kami meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengevaluasi Kapolda Kaltim, Nanang Avianto, dan Kapolres Kota Samarinda, Ary Fadli,” tegas Fahry.
Fahry mengingatkan massa aksi untuk tetap fokus dalam mengawal putusan MK serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam menjaga konstitusi yang sedang dalam kondisi kritis.
Ia menekankan bahwa massa aksi adalah perwakilan rakyat yang sejati, membawa mandat yang telah dicabut dari Dewan Perwakilan Rakyat.
“Penyampaian pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan hak tersebut ditegaskan kembali dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,” lanjutnya.
Fahry menambahkan bahwa aksi massa merupakan bentuk kekecewaan rakyat terhadap langkah DPR RI yang dinilai mengesampingkan putusan MK No. 60 dan No. 70 dalam pembahasan RUU Pilkada.
“Pasal 10 ayat (1) huruf e UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatur bahwa tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi harus ada dalam Undang-Undang,” ujarnya.
Sebagai aktivis yang juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, Fahry mengimbau aparat kepolisian untuk tidak mudah terprovokasi dan menekankan pentingnya kepatuhan terhadap Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
“Aparat harus berpedoman pada prinsip-prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif, nesesitas, kewajiban umum, dan masuk akal,” tandasnya.